Hasil Dari Rapat KTT Iklim, Bencana Alam Akan Tetap Terjadi Kecuali Ada Perubahan yang Besar

Jakarta - Para peneliti perubahan iklim di KTT iklim PBB atau COP26 mempertanyakan draf akhir komunike yang dirilis PBB pada Rabu, mempertanyakan kemampuannya untuk melindungi planet ini dari bencana iklim.

Draf tersebut, dirilis menjelang hari terakhir negosiasi 197 negara untuk mengatasi perubahan iklim yang tak terkendali yang dijadwalkan pada Jumat, dipuji karena menyoroti perlunya menghentikan subsidi bahan bakar fosil untuk pertama kalinya, tapi dikritik karena bahasa yang kabur terkait komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan kurangnya ketetapan pertanggungjawaban yang tegas dari negara-negara tersebut.

Alden Meyer, dari organisasi brain trust iklim Eropa E3G, mencatat pentingnya subsidi bahan bakar fosil yang ditargetkan dalam rancangan tersebut, tetapi menyesalkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk ditangani.

Dia mengacu saat mantan Presiden AS Barack Obama mengangkat masalah ini pada tahun 2009 di KTT G20 di negara bagian Pennsylvania.

"Ini konyol 12 tahun setelah Pitssburgh kita masih menggaji pembayar pajang uang dan ratusan miliar dolar setahun untuk mendorong produksi dan konsumsi bahan bakar fosil," jelas Meyer, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (11/11).

"Aturan pertama ketika Anda terjerembab ke dalam lubang, Anda berhenti menggali. Dan kita masih menggali lubang lebih dalam dengan membayar orang untuk memproduksi dan menggunakan lebih banyak karbon. Ini edan,"

Aktivis iklim, Jennifer Morgan menekankan itu tidak
Aktivis iklim Jennifer Morgan mencatat tidak jelas apakah teks subsidi akan dimasukkan dalam dokumen COP26 final ketika para pemimpin dunia saling berdebat soal bahasa yang akan digunakan.

"Tentu saja Arab Saudi akan berusaha keras untuk tidak memasukkan itu," kata Morgan.

"Teks ini perlu diperkuat, bukan dilemahkan, dan saya pikir Anda akan melihat negara-negara paling rentan di dunia keluar dan hanya berjuang untuk hidup mereka-- yang dipertaruhkan di sini."

Perubahan radikal

Kelompok peneliti Environment Activity Tracker menekankan dalam sebuah laporan pada Selasa, berdasarkan janji pengurangan emisi saat ini, rata-rata suhu international akan menghangat sampai 2,4 derajat Celcius pada 2100-- degree yang dapat membawa planet ini menuju malapetaka.

Emisi perlu dikurangi setengahnya pada 2030 untuk membatasi pemanasan untuk mencapai 1,5 derajat Celcius, menurut para ilmuwan iklim. Namun, information terakhir menunjukkan, emisi akan naik 13 sampai 16 persen dalam delapan tahun yang akan datang.

"Kita tidak membutuhkan langkah-langkah tambahan, kita membutuhkan perubahan transformasional yang radikal dan itu harus terjadi dalam dua tahun ke depan. Kita kehabisan ruang dan waktu untuk melakukan perubahan yang kita butuhkan," desak Meyer.

Pengamat iklim mengatakan dokumen COP26 yang diusulkan juga lemah soal pendanaan iklim, mengandung bahasa yang tidak jelas tentang komitmen dan pemenuhan janji.

Sepuluh tahun lalu, negara-negara maju sepakat untuk mendukung negara-negara berkembang dengan dana USD 100 miliar per tahun untuk melindungi mereka dari kerusakan akibat perubahan iklim, dan untuk mengubah kebijakan ekonomi mereka agar sejalan dengan energi hijau.

Tetapi negara-negara kaya-- yang sangat bertanggung jawab karena membanjiri atmosfer dengan emisi berbahaya dan menciptakan keadaan darurat iklim-- sejauh ini telah gagal memenuhi janji pendanaan tersebut.

Para pemimpin negara berkembang tetap enggan untuk membatasi pembakaran bahan bakar fosil sampai mereka menerima uang dan jaminan untuk langkah-langkah adaptasi iklim dan pengembangan energi terbarukan.

"Anda tidak dapat meminta negara berkembang untuk berkontribusi menjaga 1,5 derajat Celcius jika Anda tidak memberikan kepastian bahwa akan ada aliran dana yang akan digunakan untuk transisi ini," kata Swirl Perez, manajer diplomasi iklim internasional di Environment Activity Network Canada.

Dia juga menekankan USD 100 miliar per tahun tidak cukup untuk membantu negara-negara berkembang.

"Tidak satu pun dari masalah ini yang dibahas dalam teks (draf) saat ini," ujar Perez.

Badan Energi Internasional dan Financial institution Dunia mengatakan negara0negara kaya perlu menggelontorkan USD 850 miliar per tahun ke negara-negara miskin untuk transisi menuju pembangunan ekonomi tanpa karbon atau dekarbonisasi.

Menurut Meyer, para pemimpin Uni Eropa dan Amerika Serikat harus bekerja untuk memastikan komitmen keuangan yang lebih besar diabadikan dalam dokumen akhir yang dihasilkan di Glasgow, sehingga pengurangan emisi yang lebih besar bisa dilakukan.

"Mereka semua perlu menjangkau para pemimpin negara berkembang untuk mengajak mereka bergabung. Itu satu-satunya cara untuk mendapatkan paket yang kita butuhkan," jelasnya.

Di bawah tekanan


Penasihat independen presidensi COP26, James Cameron, mencatat 197 negara sedang mencoba menyusun bahasa yang dapat diterima semua orang dalam dokumen akhir. Dia mengatakan "paket" yang saat ini ada di atas meja membutuhkan kompromi semua negara.

"Teks, yang menurut saya cukup bagus saat ini, akan mendapat tekanan dalam 24-48 jam ke depan. Dalam beberapa hal saya sangat berharap apa yang ada sekarang tetap ada dengan satu atau dua penyesuaian," jelasnya kepada Al Jazeera.

Dia menggambarkan draf komunike sebagai "rencana bisnis umum" bagi pemerintah setelah COP26 berakhir dan para pemimpin kembali ke rumah. Namun dia mengakui kekurangannya.

"Orang-orang berhak menuntut agar pernyataan niat besar itu diterapkan. Teks itu tidak untuk diremehkan-- tetapi sama saja, tidak cukup untuk mengatasi masalah," jelas Cameron

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Insiden Penusukan Kembali Terjadi Kembali di Tokyo, Jepang

Jenderal Fattah Al Burhan Membebaskan 4 Menteri Yang Ditahan Dan Akan Segera Siapkan Pemerintahan Baru

Seorang Pria Menikahi Kembali Mantan Istrinya Usai 2 Tahun Bercerai Yang Sakit Parah Untuk Merawatnya